Di balik nadi kehidupan kawasan pemukiman Bintaro Jaya, ada sosok-sosok unik yang menghiasi keseharian warga. Contohnya adalah Jemih Wijaya, ‘Pak Ogah’ di persimpangan Masjid An Nashr, Sektor 5, yang biasa tampil rapi dan ramah. Ada pula pemulung dengan gerobak bertuliskan ‘Rina Rini’. Mereka juga bagian dari kehidupan Bintaro Jaya dan layak untuk ditampilkan. Berikut profil mereka.
Jemih Wijaya
Ikhlas Bantu Pengendara

Statusnya kadang diremehkan orang, namun perannya cukup dibutuhkan sebagian pengguna jalan. Itulah ‘Pak Ogah’ yang biasa ikut ‘membantu’ mengatur lalu lintas dengan imbalan sukarela dari para pengendara. Namun, di persimpangan Masjid An Nashr, Sektor 5, ada sosok ‘Pak Ogah’ yang cukup unik. Penamapilannya selalu rapi dan ramah menyapa siapa saja.
Dia adalah Jemih Wijaya, sehari-hari biasa disapa Jemih. Tampilannya memang beda dengan ‘pak ogah-pak ogah’ lain. Busana rapi dengan lengan panjang, kopiah, plus sepatu. Inilah ciri khasnya. Cobalah melintas di dekatnya, pasti ia akan menyapa ramah Anda dengan ucapan salam Assalamualaikum.
“Saya berpakaian rapi supaya orang yang melihat juga senang dan menghargai kita. Insya Allah pribadi kita juga bersih,“ jelasnya. “Mereka juga akan yakin dengan memberi rezeki secara ikhlas tanpa curiga uang recehan yang mereka berikan akan saya gunakan untuk hal-hal yang negatif,” tambahnya.
Ternyata, membantu mengatur lalu lintas hanyalah pekerjaan sampingan untuk ibadah menolong sesama. Sehari-hari Jemih bekerja di sebuah perusahaan interior di bilangan kedoya, Jakarta Barat. Sebelum berangkat kerja itu, ia menyempatkan waktu ‘bertugas’ jadi ‘pak ogah’, mulai pukul 05.30-08.00 pagi. Sedangkan setiap hari Sabtu-Minggu, ia bisa dijumpai sepanjang hari.
Sudah empat tahun ini, Jemih kerja sampingan di persimpangan Masjid An Nashr, Sektor 5. Ia mengaku, melakukan ini untuk menolong sesama secara ikhlas. “Kalau dikasih ya alhamdullilah,“ ujar Jemih sambil tersenyum. Setiap pagi, biasanya dapat mengumpulkan sekitar 30 ribu rupiah. Lumayan juga ya? “Saya selalu berharap mereka yang melintas di jalan raya juga selalu diberi kesehatan dan dihindarkan dari kecelakaan,“ ujarnya. Amin. (nino)
Pemulung “Rina-Rini”
Pagi Sore Keliling Bintaro
Warga Bintaro Jaya dan sekitarnya bisa jadi pernah atau bahkan sering melihat seorang pemulung bergerobak putih yang di dinding gerobaknya tertulis besar-besar nama “Rina-Rini”. Dari pagi hari hingga kala matahari terbenam, gerobak ini melintasi jalan utama dan di dalam areal perumahan, mulai dari seberang Plaza Bintaro Jaya hingga depan McDonald’s, Sektor 9.
Warta, demikian nama pria berusia 49 tahun, sang pemulung. Bapak yang asli Indramayu ini mengaku telah memulung di daerah Bintaro dan sekitarnya sejak 40 tahun lalu. Biasanya, bapak 9 anak ini mulai memulung, sejak jam 1 siang hingga menjelang magrib. “Kalau pagi, anak saya yang keliling, biasanya di sekitar Sektor 4. Saya sudah hafal sekali jalan-jalan di sini. Hasilnya untuk menafkahi keluarga saya, walau selalu saja jauh dari cukup,” ungkapnya jujur.
Tulisan nama ‘Rina Rini’ yang melekat di gerobak, ternyata nama putri bungsunya yang kembar. “Rina dan Rini usianya 8 tahun,” jelas Warta. Sejak siang hingga sore, biasanya Rina dan Rini rajin ikut dengan Warta berkeliling Bintaro Jaya.
Warta yang tinggal di lahan milik IWAPI, Jurang Manggu Permai, ini mengaku, beberapa kali kena razia penertiban. Wajar saja, kehadirannya kerap dianggap mengganggu. “Padahal saya hanya mengorek dan mengambil barang-barang bekas saja yang sudah tidak terpakai lagi dari tempat sampah,“ keluhnya. “Tapi mau bagaimana lagi, memang ini mata pencaharian saya,“ ucap Warta. (nino)
Jemih Wijaya
Ikhlas Bantu Pengendara

Statusnya kadang diremehkan orang, namun perannya cukup dibutuhkan sebagian pengguna jalan. Itulah ‘Pak Ogah’ yang biasa ikut ‘membantu’ mengatur lalu lintas dengan imbalan sukarela dari para pengendara. Namun, di persimpangan Masjid An Nashr, Sektor 5, ada sosok ‘Pak Ogah’ yang cukup unik. Penamapilannya selalu rapi dan ramah menyapa siapa saja.
Dia adalah Jemih Wijaya, sehari-hari biasa disapa Jemih. Tampilannya memang beda dengan ‘pak ogah-pak ogah’ lain. Busana rapi dengan lengan panjang, kopiah, plus sepatu. Inilah ciri khasnya. Cobalah melintas di dekatnya, pasti ia akan menyapa ramah Anda dengan ucapan salam Assalamualaikum.
“Saya berpakaian rapi supaya orang yang melihat juga senang dan menghargai kita. Insya Allah pribadi kita juga bersih,“ jelasnya. “Mereka juga akan yakin dengan memberi rezeki secara ikhlas tanpa curiga uang recehan yang mereka berikan akan saya gunakan untuk hal-hal yang negatif,” tambahnya.
Ternyata, membantu mengatur lalu lintas hanyalah pekerjaan sampingan untuk ibadah menolong sesama. Sehari-hari Jemih bekerja di sebuah perusahaan interior di bilangan kedoya, Jakarta Barat. Sebelum berangkat kerja itu, ia menyempatkan waktu ‘bertugas’ jadi ‘pak ogah’, mulai pukul 05.30-08.00 pagi. Sedangkan setiap hari Sabtu-Minggu, ia bisa dijumpai sepanjang hari.
Sudah empat tahun ini, Jemih kerja sampingan di persimpangan Masjid An Nashr, Sektor 5. Ia mengaku, melakukan ini untuk menolong sesama secara ikhlas. “Kalau dikasih ya alhamdullilah,“ ujar Jemih sambil tersenyum. Setiap pagi, biasanya dapat mengumpulkan sekitar 30 ribu rupiah. Lumayan juga ya? “Saya selalu berharap mereka yang melintas di jalan raya juga selalu diberi kesehatan dan dihindarkan dari kecelakaan,“ ujarnya. Amin. (nino)
Pemulung “Rina-Rini”
Pagi Sore Keliling Bintaro

Warta, demikian nama pria berusia 49 tahun, sang pemulung. Bapak yang asli Indramayu ini mengaku telah memulung di daerah Bintaro dan sekitarnya sejak 40 tahun lalu. Biasanya, bapak 9 anak ini mulai memulung, sejak jam 1 siang hingga menjelang magrib. “Kalau pagi, anak saya yang keliling, biasanya di sekitar Sektor 4. Saya sudah hafal sekali jalan-jalan di sini. Hasilnya untuk menafkahi keluarga saya, walau selalu saja jauh dari cukup,” ungkapnya jujur.
Tulisan nama ‘Rina Rini’ yang melekat di gerobak, ternyata nama putri bungsunya yang kembar. “Rina dan Rini usianya 8 tahun,” jelas Warta. Sejak siang hingga sore, biasanya Rina dan Rini rajin ikut dengan Warta berkeliling Bintaro Jaya.
Warta yang tinggal di lahan milik IWAPI, Jurang Manggu Permai, ini mengaku, beberapa kali kena razia penertiban. Wajar saja, kehadirannya kerap dianggap mengganggu. “Padahal saya hanya mengorek dan mengambil barang-barang bekas saja yang sudah tidak terpakai lagi dari tempat sampah,“ keluhnya. “Tapi mau bagaimana lagi, memang ini mata pencaharian saya,“ ucap Warta. (nino)
boleh minta alamat rumah Rina Rini gak? apakah mereka sekolah?
BalasHapustolong infonya di email ke: aresforus@gmail.com
haturnuhun