Minggu, 05 Juli 2009

Warga

"Prita Mulyasari" Konsentrasi Kerja dan Keluarga

Dua bulan lalu, nama Prita Mulyasari mungkin hanya dikenal saudara, teman, rekan kerja dan tetangga. Siapa sangka jika ibu dua anak ini bisa seterkenal sekarang. Namanya sangat familiar di telinga. Wajahnya pun hampir selalu menghiasi layar kaca televisi. Itu semua hanya karena sebuah email.

Bagi sebagian orang, jejak elektronik mungkin bukan hal baru, terutama bagi para pengguna jaringan internet. Mengetik nama sendiri sebagai kata kunci di engine searching seperti Google atau Yahoo!untuk melihat sejauh mana nama tersebut tercatat di dunia maya, mungkin sering dilakukan. Bila itu yang dilakukan Prita Mulyasari, fantastis. Ya, mungkin hanya beberapa nama orang Indonesia yang pernah mencapai angka yang didapatkan Prita.
Sekitar dua juta seratus ribu file yang muncul, berhubungan dengan nama Prita Mulyasari bulan lalu. Angka ini bahkan jauh melampaui dua nama calon presiden yang bertarung pada pemilihan presiden 2009. Bahkan sangat jauh melampaui ‘sang fenomena’ Manohara Adellia Pinot yang juga pernah rutin menghiasi pemberitaan, baik cetak maupun elektronik belakangan ini.
Fantastis memang, Prita sendiri tidak percaya dengan apa yang dia dapatkan sekarang. “Saya juga heran mas, kok bisa begitu,” ucap Prita polos ketika diwawancarai Kicau Bintaro di rumahnya. Warga Jalan Kucica, Sektor 9, ini tetap seperti apa adanya. Bersama suami dan kedua putra-putrinya, mereka beraktivitas layaknya orang kebanyakan. Tidak ada hal yang menandakan bahwa sebelumnya mereka mengalami hari-hari sulit yang belum pernah mereka rasakan.
“Harapan saya semoga ini cepat selesai dan saya bisa konsentrasi kerja dan mengurus keluarga,” jelas istri Andri Nugroho, menanggapi kelanjutan kasusnya. Prita Mulyasari harus terpisah dengan suami dan kedua buah hatinya, mendekam di lembaga pemasyarakatan Tangerang untuk mempertanggungjawabkan dakwaan jaksa berkenaan dengan email-nya mengenai pelayanan Rumah Sakit Internasional Omni, Tangerang.
Kasus Prita sebenarnya sudah berlangsung lama. Bermula dari curhat Prita pada teman-temannya melalui e-mail pertengahan Agustus 2008 lalu. Dalam surat elektroniknya, ternyata ada beberapa kalimat yang dianggap merugikan dan mencemarkan nama baik. Bulan berikutnya muncullah surat sanggahan. “Melihat surat sanggahan yang cukup besar pada halaman koran, saya menganggap ini tidak main-main,” tandas wanita yang bekerja sebagai customer care pada salah satu bank swasta ini. Prita sendiri tidak mengerti mengapa email-nya bisa sampai ke ranah publik.

Keluarga adalah Segalanya
Selama proses, beberapa kali Prita memenuhi panggilan polisi untuk diperiksa. Klimaks terjadi pada 13 Mei 2009 lalu, Prita harus mendekam dalam kamar tahanan, berpisah dengan suami dan kedua anaknya yang masih balita. “Memang sulit dipercaya, namum hukum sudah bilang begitu, ya saya pasrah saja meski itu sangat berat,” terang ibunda M. Khairan Ananta Nugroho dan Ranarga Puandita Nugroho ini pasrah.
Optimis, itulah gambaran singkat dari seorang Prita. “Perjalanan hidup manusia merupakan kuasa Allah. Semua itu tidak ada yang tahu, termasuk saya, jadi jalani saja,” ungkapnya religius. Dengan bekal itu pula, Prita mampu berdiri tegar menghadapi cobaan yang dialami. Hidup bersama tahanan lain serta ruangan yang jauh dari kehidupannya sehari-hari menjadi ujian yang harus dihadapi. “Yang pertama saya pikirkan adalah adaptasi. Ternyata, mereka memperlakukan saya dengan baik,” terangnya.
Setiap tindakan pasti ada kensekuensi. Titik terang dan dukungan masyarakat mungkin salah satu konsekuensi yang sudah didapatkan Prita. Meski mengaku tidak begitu fasih dengan undang-undang, apalagi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE) yang menjeratnya, setidaknya harapan akan mendapatkan putusan bebas dakwaan sedikit terbuka bagi Prita.
Dengan kerendahan hati, Prita juga selalu mengucapkan terima kasih kepada masyarakat dan media yang selama ini mendukung. “Dukungan dan doa masyarakat serta media sangat besar, saya mengucapkan banyak terima kasih,” tutur wanita kelahiran Jakarta 27 Maret 1977. Hal yang sama juga ditujukan kepada para tetangga. “Alhamdulillah, respon warga sangat baik. Satu minggu setelah bebas, warga Kucica mengundang kami merayakan syukuran,” tambah Prita. Semoga cepat selesai kasusnya, Bu! (henra)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar